MUJAHADAH KUBRO BUAT APA?
Mujahadah Kubro Rojab 1441 H, Hammasah |
Beberapa
hari yang lalu acara “Mujahadah Kubro Wahidiyah” telah selesai dilaksanakan di
pesantren Attahdzib. Dan kini momen tersebut masih dapat kita lihat dengan
mudah, di sosial media khususnya.
Ya,
di masa sekarang ini sosial media seolah-olah menjadi tempat curhat ataupun
tempat laporan penggunanya. Mau ke tempat rekreasi laporan, sedang masak
laporan, ada hal yang sedih pun curhat disitu, dan hadir ditempat mujahadah
kubro pun update status juga, bahkan berkali-kali dalam sehari.
Apakah
hal itu salah? Tentu hal itu tidak salah, itu adalah hak masing-masing
individu. Jadi terserah mereka update status di sosial media sebanyak apapun. Sosial
media memiliki dampak positif dan negatif bagi para penggunanya, tergantung
bagaimana pengguna sosial media itu melakukannya.
Sunan
Kalijaga pernah berkata “anglaras ilining banyu angeli, ananging ora keli”,
yang mana kalimat tersebut bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah
“menyesuaikan diri dengan air yang mengalir, namun tidak terbawa dalam arus”.
Apabila kita mau mencermati kalimat ini, maka kalimat ini layak kita jadikan
pedoman dalam menggunakan sosial media.
Menyesuaikan
diri dengan air yang mengalir, maksudnya adalah kita dalam menjalankan
kehidupan harus menyesuaikan dengan zaman. Ananging ora keli, maksunya adalah
meskipun kita sudah menyesuaikan diri dengan zaman, jangan sampai kita menjadi
terjerumus di dalamnya.
Sebagai
santri kita harus mengamalkan dawuh dari Sunan Kalijaga ini. Jangan
sampai kita menganggapi sosial media dengan sikap anti dan benci terhadap
sosial media disaat sosial media menjadi hal yang terlepas di zaman ini, namun
disisi lain kita harus lebih bijak dalam menggunakan sosial media agar kita
tidak terjerumus di dalamnya.
Petugas Ceremonial Gel. III (Remaja), |
Mungkin
sebutan “santri kolot” layak disematkan bagi santri yang anti dan benci sosial
media. Bagaikan dalam kondisi berperang dan sosial media sebagai senjatanya,
justru santri itu enggan menggunakan senjata tersebut.
Di
zaman ini kejahatan banyak terjadi bukan hanya di dunia nyata, namun juga
terjadi di dunia maya, dan itu efeknya sangat besar. Bagaimana tidak, jika dulu
menebar fitnah terhadap warga sekampung membutuhkan waktu agak lama dan kalau
perlu harus face to face (ketemu langsung dengan sasaran) karena belum
ada sosial media, tapi kini mampu menebar fitnah dengan sasaran lebih dari
sekampung (bahkan bisa seluruh dunia) hanya dengan menggunakan alat sosial
media.
Bukan
hanya menebar fitnah saja, hal-hal negatif lainnya (seperti radikalisme) banyak
yang terjadi dengan mudah dan cepat menyebar kemana-mana sebab adanya sosial
media. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai kaum santri melawan hal
itu di sosial media
Mujahadah
kubro dibuat update status, Boleh gak sih? Ya jelas boleh lah, malah dengan
seperti itu bisa menjadi alat penyiaran wahidiyah. Semakin banyak wahidiyah muncul
di sosial media, maka semakin banyak pula potensi penyiaran wahidiyah.
Yang
memprihatinkan adalah disaat orang-orang itu update status tentang mujahadah
kubro, tapi dirinya sendiri tidak benar-benar mengikuti mujahadah kubro.
Mujahadah kubro hanya dijadikan sebagai kegiatan di dunia maya, namun tidak
untuk di dunia nyata. Lalu buat apa update status?. Istilah “biar dikata ikut
mujahadah kubro” adalah hal yang tepat bagi orang-orang seperti ini.
Bijaklah
dalam menggunakan sosial media, jangan berlebihan sampai-sampai ingin
mengalahkan Malaikat pencatat amal. Marilah kita benar-benar bermujahadah,
bukan sekedar biar dikata bermujahadah. Marilah kita update status diri (hati)
kita menuju lebih baik dengan bermujahadah, bukan hanya sekedar update status
lewat sosial media.
Mujahadah
kubro sudah selesai, lalu apa yang sudah kita dapatkan? Kesadaran fafirru
ilalloh ataukah hanya like dari teman sosial media?. Mohon maaf atas segala
tutur kata dalam tulisan ini, mari kita jadikan koreksi, khususnya bagi diri saya
pribadi...
Hammasah Pesantren Attahdzib |